Islamic Widget


.
.

Jumaat, 2 Julai 2010

FATWA DR YUSUF AL-QARDHAWI






Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Apa syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam?

Jawab:
Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah
mengucapkan dua kalimat Syahadat. Yaitu, "Asyhadu allaa
ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah."
Barangsiapa yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan
lisannya, maka dia menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya
hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia mengingkari.Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara
lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan kepada Allah. Dalil
dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang
yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka
mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak menunggu
hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan).
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang
sedang mengucapkan, "Laa ilaaha illallaah," Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, "Engkau bunuh dia, setelah
dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah." Usamah lalu berkata,
"Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati."
Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Apakah kamu mengetahui
isi hatinya?"
Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif
masuk Islam, mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah
saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban bersedekah dan
jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, "Mereka akan melakukan
(mengerjakan) sedekah dan jihad."


ORANG YANG MENGUCAPKAN SYAHADAT, PASTI MASUK SURGA
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya orang yang semasa hidupnya selalu
mengerjakan maksiat, akan tetapi pada akhir hayatnya (ketika
sakaratul maut) dia mengucapkan dua kalimat Syahadat?

Jawab:
Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan bertauhid, yaitu
sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir dia berikrar
dan mengucapkan dua kalimat Syahadat, maka dia berhak berada
di sisi Allah dan masuk surgaNya.
Orang tersebut sudah dapat dipastikan oleh Allah akan masuk
surga, walaupun masuknya terakhir (tidak bersama-sama orang
yang masuk pertama), karena dia diazab terlebih dahulu di
neraka disebabkan kemaksiatan dan dosa-dosanya yang
dikerjakan, yang belum bertobat dan tidak diampuni. Tetapi
dia juga tidak kekal di neraka, karena didalam hatinya masih
ada sebutir iman. Adapun dalil-dalilnya sebagaimana
diterangkan dalam hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim,
yaitu:
Dari Abu Dzar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, "Barangsiapa mengucapkan, 'Laa ilaaha illallaah,'
kemudian meninggal, maka pasti masuk surga."
Dari Anas r.a., bahwa Nabi saw. telah bersabda, "Akan keluar
dari neraka bagi orang yang mengucapkan, 'Laa ilaaha
illallaah,' walaupun hanya sebesar satu butir iman di
hatinya."
Dari Abu Dzar pula, dia telah berkata bahwa sesungguhnya
Nabi saw telah bersabda, "Telah datang kepadaku malaikat
Jibril dan memberi kabar gembira kepadaku, bahwa barangsiapa
yang meninggal diantara umatmu dalam keadaan tanpa
mempersekutukan Allah, maka pasti akan masuk surga, walaupun
dia berbuat zina dan mencuri." Nabi saw. mengulangi sampai
dua kali.
Banyak hadis yang menunjukkan bahwa kalimat Syahadat memberi
hak untuk masuk surga dan terlindung dari neraka bagi yang
mengucapkannya (mengucap Laa ilaaha illallaah). Maksudnya
ialah, meskipun dia banyak berbuat dosa, dia tetap masuk
surga, walaupun terakhir.
Sedangkan yang dimaksud terlindung dari neraka ialah tidak
selama-lamanya di dalam neraka, tetapi diazab terlebih
dahulu karena perbuatan maksiatnya.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN SESEORANG
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Apa yang menyebabkan Islam seseorang menjadi batal?

Jawab:
Setiap manusia, apabila telah mengucapkan dua kalimat
Syahadat, maka dia menjadi orang Islam. Baginya wajib dan
berlaku hukum-hukum Islam, yaitu beriman akan keadilan dan
kesucian Islam. Wajib baginya menyerah dan mengamalkan hukum
Islam yang jelas, yang ditetapkan oleh Al-Qur'an dan
As-Sunnah.
Tidak ada pilihan baginya menerima atau meninggalkan
sebagian. Dia harus menyerah pada semua hukum yang
dihalalkan dan yang diharamkan, sebagaimana arti (maksud)
dari ayat di bawah ini:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak
(pula) bagi wanita yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka ..." (Q.s.
Al-Ahzab: 36) .
Perlu diketahui bahwa ada diantara hukum-hukum Islam yang
sudah jelas menjadi kewajiban-kewajiban, atau yang sudah
jelas diharamkan (dilarang), dan hal itu sudah menjadi
ketetapan yang tidak diragukan lagi, yang telah diketahui
oleh ummat Islam pada umumnya. Yang demikian itu dinamakan
oleh para ulama:
"Hukum-hukum agama yang sudah jelas diketahui."
Misalnya, kewajiban salat, puasa, zakat dan sebagainya. Hal
itu termasuk rukun-rukun Islam. Ada yang diharamkan,
misalnya, membunuh, zina, melakukan riba, minum khamar dan
sebagainya.
Hal itu termasuk dalam dosa besar. Begitu juga hukum-hukum
pernikahan, talak, waris dan qishash, semua itu termasuk
perkara yang tidak diragukan lagi hukumnya.
Barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari hukum-hukum
tersebut, menganggap ringan atau mengolok-olok, maka dia
menjadi kafir dan murtad. Sebab, hukum-hukum tersebut telah
diterangkan dengan jelas oleh Al-Qur'an dan dikuatkan dengan
hadis-hadis Nabi saw. yang shahih atau mutawatir, dan
menjadi ijma' oleh ummat Muhammad saw. dari generasi ke
generasi. Maka, barangsiapa yang mendustakan hal ini,
berarti mendustakan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Mendustakan (mengingkari) hal-hal tersebut dianggap kufur,
kecuali bagi orang-orang yang baru masuk Islam (muallaf) dan
jauh dari sumber informasi. Misalnya berdiam di hutan atau
jauh dari kota dan masyarakat kaum Muslimin.
Setelah mengetahui ajaran agama Islam, maka berlaku hukum
baginya.

TIADA MANUSIA YANG SEMPURNA IMANNYA
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Apakah ada manusia yang sempurna?

Jawab:
Tiada manusia yang sempurna, karena setiap orang mempunyai
kelemahan. Seseorang yang beriman, tentu mempunyai kesalahan
dan memiliki sifat buruk yang sukar dihilangkan. Tiada orang
Mukmin yang murni atau sempurna.
Pandangan orang jarang ditujukan pada hal-hal yang berada di
pertengahan antara dua hal yang berdekatan. Bagi seseorang
sesuatu itu warnanya putih saja, sebagian yang lain hitam
saja, mereka lupa adanya warna yang lain, tidak putih dan
tidak pula hitam.
Nabi saw. pernah bersabda kepada Abu Dzar r.a., beliau
bersabda, "Engkau seorang yang masih ada padamu sifat
Jahiliyah." Abu Dzar adalah seorang sahabat yang utama,
termasuk dari orang-orang pertama yang beriman dan berjihad,
akan tetapi masih ada kekurangannya.
Juga didalam Shahih Bukhari diterangkan oleh Nabi saw.:
"Barangsiapa yang meninggal bukan karena melakukan jihad dan
tidak dirasakannya (tidak ingin) dalam jiwanya maksud akan
berjihad, maka dia mati dalam keadaan sedikit ada nifaknya."
Abdullah bin Mubarak meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib
r.a. yang mengatakan sebagai berikut:
"Seorang Mukmin itu permulaannya tampak sedikit putih dalam
kalbunya; setiap kali iman bertambah, maka bertambah
putihlah kalbu itu. Begitu seterusnya, hingga kalbunya
menjadi putih semua.
Begitu juga kemunafikan, pertama ada tanda-tanda hitam dalam
kalbunya; dan setiap melakukan kemunafikan, maka bertambah
pula hitamnya, sampai hatinya menjadi hitam semua.
Demi Allah, jika dibuka hati seorang Mukmin, maka tentu
tampak putih sekali; dan jika dibuka hati orang kafir, maka
tentu tampak hitam sekali."
Ini berarti seseorang tidak dapat sekaligus menjadi sempurna
imannya atau menjadi munafik, tetapi kedua hal itu bertahap,
yakni sedikit demi sedikit.

SIAPAKAH YANG LAYAK DISEBUT KAFIR?
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Siapakah sebenarnya yang layak dihukumi (disebut) kafir?

Jawab:
Yang layak disebut kafir ialah orang yang dengan
terang-terangan tanpa malu menentang dan memusuhi agama
Islam, menganggap dirinya kafir dan bangga akan perbuatannya
yang terkutuk.
Bukan orang-orang Islam yang tetap mengakui agamanya secara
lahir, walaupun dalamnya buruk dan imannya lemah, tidak
konsisten antara perbuatan dan ucapannya. Orang itu dalam
Islam dinamakan "munafik" hukumnya.
Di dunia dia tetap dinamakan (termasuk) orang Islam, tetapi
di akhirat tempatnya di neraka pada tingkat yang terbawah.
Di bawah ini kami kemukakan golongan (orang-orang) yang
layak disebut kafir tanpa diragukan lagi, yaitu:
1. Golongan Komunis atau Atheis, yang percaya pada suatu
falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat
dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama
agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu
bagi masyarakat.
2. Orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan
dirinya sekular, yang menolak secara terang-terangan pada
agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan
mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum
Allah.
3. Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan
Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan
dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya.
Al-Imam Ghazali pernah berkata:
"Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya
kufur."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata:
"Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam."
Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu
yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri.
Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah,
yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi
Muhammad saw.

BAHAYA MENGAFIRKAN SESEORANG
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya jika seorang Muslim beranggapan bahwa
orang muslim lainnya (saudara sesama Muslim) itu adalah
kafir?

Jawab:
Setiap orang yang berikrar dan mengucapkan Syahadat telah
dianggap Muslim. Hidup (jiwa) dan hartanya terlindung. Dalam
hal ini tidak diharuskan (tidak perlu) meneliti batinnya.
Menghukumi (menganggap) seseorang bahwa dia kafir, hukumnya
amat berbahaya dan akibat yang akan ditimbulkannya lebih
berbahaya lagi, di antaranya ialah:
1. Bagi istrinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang
kafir, dan mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat
tidak sah menjadi istri orang kafir.
2. Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam dibawah kekuasaannya,
karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak
tersebut adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika
orangtuanya kafir, maka menjadi tanggungjawab ummat Islam.
3. Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat
atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong,
dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai
pelajaran.
4. Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar djatuhkan hukuman
baginya, karena telah murtad.
5. Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan,
disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak
pula dapat mewarisi.
6. Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat
laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia
akan kekal dalam neraka.
Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang
menamakan atau menganggap golongan tertentu atau seseorang
sebagai orang kafir; itulah akibat yang harus ditanggungnya.
Maka, sekali lagi amat berat dan berbahaya mengafirkan orang
yang bukan (belum jelas) kekafirannya.

DALAM PERTEMPURAN (PEPERANGAN)
TIDAK ADA SAHABAT YANG DIKAFIRKAN
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Dalam pertempuran sahabat, apakah ada yang dikafirkan?

Jawab:
Di dalam peperangan (Shiffin atau Al-Jamal) Ali bin Abi
Thalib r.a. tidak menganggap orang-orang yang melawannya
telah keluar dari Islam dan kafir, tetapi hanya dikatakan
mereka itu Bughah (berbuat kebatilan). Sebagaimana sabda
Nabi saw. kepada seorang sahabat yang bernama Ammar, sabda
beliau, "Kamu akan dibunuh oleh golongan Al-Bughah,
orang-orang yang zalim, atau orang-orang yang berontak
(tidak taat kepada penguasa)."
Arti kufur dalam hadis atau As-Sunnah bukan keluar dari
Islam dan bukan menjadi kafir, sebagaimana yang dipahami
oleh sebagian orang-orang pada saat ini yang tidak tepat.
Dalam uraiannya, Nabi saw. telah bersabda:
"Barangsiapa melakukan sumpah selain kepada Allah, maka
orang itu kafir atau musyrik."
Nabi saw. juga bersabda:
"Barangsiapa yang mendatangi (berobat) kepada dukun dan
percaya pada apa yang dikatakannya, maka dia kafir atau
mengingkari apa yang dibawa oleh Rasul."
Hal-hal yang demikian itu selalu dilakukan oleh orang-orang
Islam, seakan-akan menjadi tradisi mengunjungi dukun-dukun
dan bersumpah atas nama orang, tidak atas nama Allah, tetapi
tidak ada satu pun di antara ulama yang memvonis mereka
kafir.
Jadi, kata "kufur" itu dapat diartikan mengingkari nikmat,
tidak bersyukur kepada Allah, tidak kenal budi dan
sebagainya. Dengan kata lain, "kufur" mempunyai arti yang
luas dan berbeda-beda.

SIAPAKAH DZULQARNAIN ITU?
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
Pertanyaan:
Didalam Al-Qur'an diterangkan masalah Dzulqarnain, yaitu: "Hingga apabila dia telah sampai pada tempat terbenam matahari, dia pun melihat matahari terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati disitu (di laut itu) segolongan ummat. Kami berkata, 'Hai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa mereka dan boleh berbuat kebaikan terhadap mereka'." (Q.s. Al-Kahfi: 86). Apakah yang dimaksud dengan matahari yang terbenam dalam mata air yang hitam? Siapakah orang-orang yang didapati oleh Dzulkarnain?

Jawab:
Kisah Dzulqarnain telah diterangkan dalam Al-Qur'an pada
Surat Al-Kahfi, tetapi Al-Qur'an tidak menerangkan siapakah
sebenarnya Dzulqarnain, siapakah orang-orang yang
didapatinya, dan dimana tempat terbenam dan terbitnya
matahari? Semua itu tidak diterangkan dalam Al-Qur'an secara
rinci dan jelas, baik mengenai nama maupun lokasinya, hal
ini mengandung hikmah dan hanya Allahlah yang mengetahui.
Tujuan dari kisah yang ada dalam Al-Qur'an, baik pada Surat
Al-Kahfi maupun lainnya, bukan sekadar memberi tahu hal-hal
yang berkaitan dengan sejarah dan kejadiannya, tetapi tujuan
utamanya ialah sebagai contoh dan pelajaran bagi manusia.
Sebagaimana Allah swt. dalam firman-Nya:
"Sesungguhnyapada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran
bagi orang-orang yang berakal." (Q.s.Yusuf: 111)
Kisah Dzulqarnain, mengandung contoh seorang raja saleh yang
diberi oleh Allah kekuasaan di bumi, yang meliputi Timur dan
Barat. Semua manusia dan penguasa negara tunduk atas
kekuasaannya, dia tetap pada pendiriannya sebagai seorang
yang saleh, taat dan bertakwa. Sebagaimana diterangkan di
bawah ini:
"Berkata Dzulqarnain, 'Adapun orang yang menganiaya, maka
kelak Kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan
kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang
tiada taranya'." (Q.s. Al-Kahfi: 87).
"Adapun orang yang beriman dan orang beramal saleh, maka
baginya pahala yang terbaik sebagai balasan ..." (Q.s.
Al-Kahfi: 88).
Jadi, apa yang diterangkan dalam Al-Qur'an, hanyalah
mengenai perginya Dzulqarnain ke arah terbenamnya matahari,
sehingga berada pada tempat yang paling jauh. Di situ
diterangkan bahwa dia telah melihat matahari seakan-akan
terbenam di mata air tersebut, saat terbenamnya. Sebenarnya,
matahari itu tidak terbenam di laut, tetapi hanya bagi
penglihatan kita saja yang seakan tampak matahari itu
terbenam (jatuh) ke laut. Padahal matahari itu terbit
menerangi wilayah (bangsa) lain.
Maksud dari ayat tersebut, bahwa Dzulqarnain telah sampai ke
tempat paling jauh, seperti halnya matahari terbenam di mata
air yang kotor (berlumpur) , yang disebutkan diatas. Begitu
juga maksud dari ayat tersebut, Dzulqarnain telah sampai di
tempat terjauh, yaitu terbitnya matahari dan sampai bertemu
pula dengan kaum Ya'juj dan Ma'juj.
Dalam keadaan demikian, Dzulqarnain tetap pada pendiriannya
semula, yaitu sebagai seorang raja yang adil dan kuat
imannya, yang tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang
dikuasai dan kekuasaannya diperkuatnya dengan misalnya
membangun bendungan yang besar, yang terdiri dari
bahan-bahan besi dan sebagainya. Di dunia ini beliau selalu
berkata dan mengakui, bahwa segala yang diperolehnya sebagai
karunia dari Allah dan rahmat-Nya.
Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an:
"Dzulqarnain berkata, 'Ini (bendungan atau benteng) adalah
suatu rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah tiba janji
Tuhanku, Dia pun menjadikannya rata dengan bumi (hancur
lebur); dan janji Tuhanku itu adalah benar." (Q.s. Al-Kahfi:
98).
Tujuan utama dari Al-Qur'an dalam uraian di atas ialah
sebagai contoh, dimana seorang raja saleh yang diberi
kekuasaan yang besar pada kesempatan yang luar biasa dan,
kekuasaannya mencakup ke seluruh penjuru dunia di sekitar
terbit dan terbenamnya matahari. Dalam keadaan demikian,
Dzulqarnain tetap dalam kesalehan dan istiqamahnya tidak
berubah.
Firman Allah swt.:
"Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan di bumi dan Kami
telah memberikan kepadanya (Dzulqarnain) jalan (untuk
mencapai) segala sesuatu." (Q.s. Al-Kahfi: 84).
Mengenai rincian dari masalah tersebut tidak diterangkan
dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, misalnya waktu, tempat dan
kaumnya, siapa sebenarnya mereka itu. Karena tidak ada
manfaatnya, maka sebaiknya kami berhenti pada hal-hal yang
diterangkan saja. Jika bermanfaat, tentu hal-hal itu
diterangkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Related Posts with Thumbnails

.